Kamis, 06 Juli 2017

Apa Itu Catalytic Converter! Pengertian, Jenis Dan Cara Kerjanya



Catalytic Converter pada dasarnya merupakan sebuah reaktor unggun tetap (Fixed Bed Reaktor) yang beroperasi dinamis dan mengolah zat-zat yang mengandung emisi gas buang berbahaya menjadi zat-zat yang tidak berbahaya. Catalytic Converter merupakan sebuah converter (pengubah) yang menggunakan media yang bersifat katalis, dimana media tersebut diharapkan dapat membantu atau mempercepat terjadinya proses perubahan suatu zat (reaksi kimia) sehingga gas seperti CO dapat teroksidasi menjadi CO2 (Springer-Verlag. New York Inc, 1970).
Catalytic Converter terpasang pada saluran gas buang kendaraan bermotor, yang fungsinya untu mereduksi polutan yang dihasilkan oleh kendaraan saat beroperasi. Proses atau cara kerja dari catalytic converter ini  rnerupakan suatu reaksi kimia untuk mengubah bentuk suatu senyawa menjadi senyawa lain dengan bantuan sebuah media yang nantinya disebut sebagai catalytic converter.
Catalytic Converter terpasang pada saluran gas buang kendaraan bermotor, yang fungsinya untu mereduksi polutan yang dihasilkan oleh kendaraan saat beroperasi. Proses atau cara kerja dari catalytic converter ini  rnerupakan suatu reaksi kimia untuk mengubah bentuk suatu senyawa menjadi senyawa lain dengan bantuan sebuah media yang nantinya disebut sebagai catalytic converter.

Catalytic converter yang umum dipakai ada berbagai macam bentuk, secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua golongan (Husselbee W.L., 1985), yaitu: Sistem ini sering disebut juga Sigle bed Oksidation, mampu mengubah CO dan HC menjadi CO2 dan H20. Catalytic jenis ini beroperasi pada beroperasi pada kendaraan udara berlebih (Excess air setting). Udara berlebih yang digunakan untuk proses oksidasi dapat diperoleh melalui pengaturan campuran miskin (Lean mixture setting) atau sistem injeksi udara sekunder. Jenis ini banyak digunakan pada motor diesel karena kemampuannya mengoksidasi zat-zat partikel dengan mudah.
Pada system ini terdiri dari dua system katalis yang dipasang segaris. Dimana gas buang pertama kali mengalir melalui Catalytic Reduksi dan kemudian Catalytic Oksidasi. Sistem pertama (bagian depan) merupakan kalatis reduksi yang berfungsi menurunkan emisi NOx, sedang system kedua ( bagian belakang ) merupakan katalis oksida yang menurunkan emisi HC dan CO. Mesin yang dilengkapi dengan system ini biasanya dioperasikan dengan kondisi campuran kaya.
Tipe yang lain adalah Tree-Way Catalytic Converter. Pada tipe ini dirancang untuk mengurangi gas-gas polutan seperti CO, HC dan Nox yang keluar dari exhaust system dengan cara mengubah melalui reaksi kimia menjadi CO2. Uap air (H2O) dan Nitrogen (N) (Emission Control Toyota, 2000).
Pemasangan Catalytic Converter pada saluran gas buang yang menggunakan bahan logam katalis Pd, Pt dan Rh dengan penyangga alumina, silica dan keramik, saat ini memerlukan biaya yang cukup mahal dalam pembuatannya, sulit di dapat dan kurang cocok digunakan di Indonesia yang bahan bakarnya masih ada yang mengandung Pb. Jenis Catalytic Converter ini dapat mengkonversi emisi gas buang (CO, HC dan NOx) cukup tinggi (80 - 90%) (Warju, 2006).
Aplikasi pada perlakuan terhadap gas buang kendaraan bermotor dengan memasang Catalytic Converter banyak dikembangkan dan dilakukan oleh peneliti akhir-akhir ini. Menurut Dowden dalam bukunya "Catalytic Hand Book", umumnya Catatytic Converter yang dipakai pada kendaraan bermotor (ada di pasaran) adalah tipe pelet dan monolithic dengan bahan katalis dari logam-logam mulia seperti Paladium (Pd), Platinum (Pt), dan Rodium (Rh) (Dowden. 1970).
Logam-logam mulia tersebut memiliki aktifitas spesifik yang tinggi, namun memiliki tingkat volatilitas besar, mudah teroksidasi dan mudah rusak pada suhu 500 – 900 oC sehingga mengurangi aktifitas katalis. Selain itu logam-logam mulia tersebut mempunyai kelimpahan yang rendah dan harga yang cukup mahal.
Oleh sebab itu penggunaan logam transisi yang mempunyai kelimpahan yang tinggi dan harga relatif murah dapat menjadi salah satu alternatif. Beberapa oksida logam transisi yang cukup aktif dalam mengoksidasi emisi gas CO antara lain: CuO, NiO dan Cr2O3. Beberapa bahan yang diketahui sebagai katalis oksidasi yaitu Platinum. Plutonium, nikel, Mangan, Chromium dan oksidanya dari logam-logam tersebut Sedangkan beberapa logam diketahui sebagai katalis reduksi, yaitu besi, tembaga, nikel paduan dan oksida dari bahan-bahan tersebut (Obert, 1973).
Penelitian yang dilakukan oleh Dwyer dengan menggunakan skala laboratorium menunjukkan bahwa aktifitas Catalytic Copper Chromite yang merupakan campuran antara CuO dengan Cr2O3 lebih baik daripada campuran tunggalnya dalam mengosidasi CO. Disamping itu masih ada logam katalis yang lebih murah, mudah dikerjakan dan mudah didapat untuk dijadikan catalityc converter antara lain : CuO/zeolite alam, Cu-Al2O3, Cu, Mn, Mg dan Zeolit Alam, Catalytic Converter jenis ini mampu mengurangi emisi gas buang (CO, HC, Nox) cukup tinggi antara 16% sampai 80% (Dwyer, 1973).
Sebuah instrumen yang mengubah bahan kimia beracun mesin pembakaran internal katalis merangsang reaksi kimia beracun, pembakaran katalis bensin karbon monoksida hidrokarbon tak terbakar oksida nitrogen karbondioksida nitrogen air catalytic converter adalah dalam gas buang dari menjadi zat berbahaya lebih sedikit. Di dalam catalytic converter, sebuah yang produk samping dari dikonversi menjadi zat yang kurang beracun dengan cara reaksi kimia. Reaksi spesifik bervariasi sesuai dengan jenis katalis yang didispersikan. Sebagian besar kendaraan pada dilengkapi dengan three way converter, dinamakan demikian karena itu mengkonversi tiga polutan utama dalam knalpot mobil yaitu reaksi mengkonversi (CO) dan (HC), serta (NO x ) untuk menghasilkan (CO 2 ), (N 2 ), dan (H 2 O) (IPA, 2011).
Pada kenderaan bermotor berbahan bakar bensin, biasanya digunakan three way catalytic converter, sebuah katalik konverter mempunyai tiga tugas secara simultan yaitu:
1. Pengurangan oksida nitrogen untuk nitrogen dan oksigen : 2 NOx → NO2 + N 2
2. Oksidasi karbon monoksida menjadi karbon dioksida: 2 CO + O 2 → 2 CO2
3. Oksidasi hidrokarbon yang tidak terbakar (HC) menjadi karbon dioksida dan air : CxH2x +2 + [(3x +1) / 2] O 2 → x CO2 + (x +1) H2O
Ketiga reaksi terjadi paling efisien bila catalytic converter menerima gas buang dari mesin sedikit di atas titik stoikiometri. Titik ini adalah antara 14,6 dan 14,8 bagian udara untuk 1 bagian bahan bakar bensin. Rasio untuk bahan bakar gas cair (LPG), gas alam dan etanol bahan bakar adalah masing-masing sedikit berbeda, membutuhkan pengaturan sistem bahan bakar dimodifikasi saat menggunakan bahan bakar tersebut. Secara umum, mesin dilengkapi dengan 3-way catalytic converter dilengkapi dengan komputerisasi loop tertutup umpan balik bahan bakar, injeksi menggunakan satu atau lebih sensor oksigen, meskipun pada awal penyebaran tiga cara konverter, karburator dilengkapi untuk kontrol umpan balik campuran yang digunakan (IPA, 2011).
Prinsip kerja catalytic converter adalah sebagai berikut :
a.    Tahap awal dari proses yang dilakukan pada Catalytic Converter adalah reduction catalyst. Tahap ini menggunakan Platinum dan Rhodium untuk membantu mengurangi emisi NOx. Ketika molekul NO atau NO2 bersinggungan dengan katalis, sirip katalis mengeluarkan atom nitrogen dari molekul dan menahannya. Sementara oksigen yang ada diubah ke bentuk O2. Atom nitrogen yang terperangkap dalam katalis tersebut diikat dengan atom nitrogen lainnya sehingga terbentuk format N2. Rumus kimianya sebagai berikut:
  2NO => N2 + O2 atau 2NO2 => N2 + 2O2
b.    Tahap kedua dari proses di dalam catalytic converter adalah oxidization catalyst. Proses ini mengurangi hidrokarbon yang tidak terbakar di ruang bakar dan CO dengan membakarnya (oxidizing) melalui katalis platinum dan palladium. Katalis ini membantu reaksi CO dan HC dengan oksigen yang ada di dalam gas buang. Reaksinya sebagai berikut:
2CO + O2 => 2CO2
c.     Tahap ketiga adalah pengendalian sistem yang memonitor arus gas buang. Informasi yang diperoleh dipakai lagi sebagai kendali sistem injeksi bahan bakar. Ada sensor oksigen yang diletakkan sebelum catalytic converter dan cenderung lebih dekat ke mesin daripada konverter itu sendiri. Sensor ini memberi informasi ke Electronic Control System (ECS) seberapa banyak oksigen yang ada di saluran gas buang. ECS akan mengurangi atau menambah jumlah oksigen sesuai rasio udara-bahan bakar. Skema pengendalian membuat ECS memastikan kondisi mesin mendekati rasio stoikiometri dan memastikan ketersediaan oksigen di dalam saluran buang untuk proses oxidization HC dan CO yang belum terbakar. (Ellyanie 2011)


1 komentar:

  1. Terimakasih atas informasinya, gan.
    https://pakgalingging.blogspot.com

    BalasHapus